Mediasi Sengketa Lahan TPQ Alimul Ilmi Makassar Buntu, Camat Fasilitasi ke BPN

Makassar Daily – Mediasi sengketa lahan Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ) Alimul Ilmi di Maccini Sombala, Kecamatan Tamalate, Kota Makassar, belum menemukan titik terang. Sengketa antara PT Timurama dan pihak pengelola TPQ yang menggunakan lahan atas izin warga bernama Muhammad Akbar masih berlarut.
Camat Tamalate Emil Yudiyanto Tajuddin menyatakan pihak kecamatan kini memfasilitasi proses mediasi lanjutan sesuai rekomendasi rapat dengar pendapat (RDP) di Komisi A DPRD Makassar.
“Rekomendasi dari Komisi A meminta kecamatan dan kelurahan untuk memediasi dan membawa persoalan ini ke BPN. Kami sudah menyurat ke BPN dan menunggu kesediaan mereka,” kata Emil, Jumat (20/6/2025).
Klaim Lahan Berbeda, Dokumen Belum Lengkap
Emil menjelaskan, sengketa bermula dari klaim tumpang tindih antara PT Timurama dan Muhammad Akbar. Pihak TPQ sendiri tidak mengklaim kepemilikan lahan, melainkan hanya menggunakan lahan atas izin Akbar.
“Kami sudah terima surat dari kuasa hukum PT Timurama. Mereka menyebut lahan itu milik perusahaan dengan klaim seluas 72 ribu meter persegi. Sementara dari Pak Akbar hanya sekitar 450 meter,” jelas Emil.
Lebih lanjut, Emil menyebut kedua pihak mengaku memiliki sertifikat kepemilikan. Namun, hingga kini pihak kecamatan belum melihat langsung dokumen dari PT Timurama, sementara pihak Akbar telah menunjukkan bukti kepemilikan.
“Pihak Timurama menyebut punya sertifikat, tapi belum diperlihatkan. Dari Pak Akbar sudah ada bukti sertifikat hak milik,” tambahnya.
Baca Juga : Awal Mula TPQ di Makassar Ditutup Pakai Pagar Tembok gegara Sengketa Lahan
TPQ Ditutup Paksa, Santri Terpaksa Diungsikan
Sebelumnya, TPQ Alimul Ilmi ditutup secara paksa oleh sekelompok orang pada Kamis (5/6). Kepala TPQ, Supriadi, mengatakan penutupan terjadi saat proses renovasi berlangsung. Seorang pria yang mengaku utusan perusahaan datang dan melarang pembangunan dilanjutkan karena mengklaim lahan tersebut milik perusahaan.
“Oknum itu datang dan bilang pembangunan harus dihentikan. Tidak ada surat, hanya mengaku sebagai utusan,” kata Supriadi.
Akibat insiden tersebut, sebanyak 70 santri yang aktif belajar mengaji di TPQ terpaksa diungsikan ke rumah warga terdekat. Namun karena keterbatasan ruang, proses belajar dilakukan bergiliran dalam beberapa shift kecil.
“Kami pindahkan ke rumah warga, tapi karena sempit, anak-anak belajar secara bergiliran, misalnya 10 orang dulu,” ujarnya.
Saat ini, masyarakat berharap agar mediasi bersama BPN bisa segera digelar agar kepastian hukum atas lahan tersebut bisa ditetapkan dan aktivitas keagamaan di TPQ kembali berjalan normal.