ACEH NEWS- Sektor properti Aceh, provinsi paling ujung di Barat Indonesia ini masih belum bisa bergerak lagi.
Pandemi Covid-19 yang juga melanda daerah Syariat Islam ini telah memukul keras sektor properti Aceh, seperti ‘palu godam’.
Kondisi ini akibat berbagai lembaga pendukung juga tidak bisa mengakomodasi pengusaha yang bergerak menyediakan rumah bagi masyarakat ini.
Pengembang pembangunan perumahan di Aceh, bukan hanya komersial.
Tetapi juga bersubsidi pemerintah, untuk penyediaan rumah layak huni dengan harga terjangkau.
Namun, saat ingin melangkah lagi, muncul persoalan baru yang sebenarnya tidak perlu berlarut-larut.
Bergabungngnya tiga bank dalam bingkai Bank Syariah Indonesia (BSI) Aceh, telah membuat pengembang menunggu lagi.
“Kami harus menunggu dan menunggu lagi, kesiapan BSI Aceh dalam mengakomodasi keinginan para calon pembeli rumah melalui KPR,” ujar Afwal Winardy ST MT, Ketua Apersi Aceh kepada Serambinews.com, Selasa (6/7/2021).
Persoalan KPR dari perbankan di Aceh sebenarnya tidak pernah habis-habisnya, bahkan di masa-masa sebelum Pandemi Covid-19.
Memasuki Pandemi Covid-19 pada 2020, dunia properti Aceh sebenarnya sudah ‘mati suri’.
Tentunya, berdampak pada penyediaan rumah untuk masyarakat, baik komersial maupun subsidi pemerintah.
Awal Winardy mengakui pandemi Covid-19 telah membuat properti Aceh tidak berjalan dengan baik.
Padahal, katanya, pemerintah pusat telah mengeluarkan berbagai kebijakan untuk mendongrak pembelian rumah oleh masyarakat Indonesia.
Tetapi, lagi-lagi, properti di Aceh tidak banyak mendapatkan manfaatnya.
baca juga:Polda Aceh Siap Terapkan e-BPKB Mulai Maret 2025, Ini Kelebihannya
Walaupun demikian, para pengembang di Aceh sudah berusaha membangun rumah melalui KPR, tetapi tetap ada hambatan dari perbankan.
Afwal sempat menyatakan dalam beberapa kesempatan, dukungan perbankan sangat diharapkan dalam membantu properti Aceh.
Ditambahkan, dukungan pemerintah provinsi dan kabupate/kota dalam hal perizinan dan lainnya juga sangat dibutuhkan.
Jika ada dukungan seluruh sektor, maka pembangunan perumahan di Aceh akan berjalan dengan baik.
Tetapi, dengan kondisi saat ini, berbagai persoalan masih ditemui di lapangan, terutama KPR di perbankan, maka jalan masih tersendat-sendat.
Salah seorang pengembang menuturkan untuk mendapatkan KPR di BSI masih harus melalui jalan berliku.
“Sudah seperti proyek di pemerintahan saja,” cetusnya.
Dia beralasan, jika ingin mendapatkan KPR, maka keputusan permohonan KPR harus melalui ‘bagian” lain di perbankan yang sama, tetapi nama lama masih melekat.
Afwal mengakui hal itu dengan mengatakan proses mendapatkan KPR masih dihadang jalan berbatuan dan kerikil tajam.
Dia berharap BSI harus menjadi satu-kesatuan utuh, dan nama lama tidak lagi melekat, kecuali dibawah naungan BSI Aceh.
“Jika kondisi terus terjadi seperti ini, maka pengembang harus urut dada, menunggu dan menunggu lagi sebuah persetujuan KPR, padahal konsumen sudah mendesak menempati rumah,” ungkapnya.
Afwal yang sudah menjadi Ketua Apersi Aceh sejak 2014 berharap perbankan memberi dukungan kepada pengembang, bukan sebaliknya mempersulit.
Bahkan, jika bisa, membimbing pengembang agar tidak jatuh ke dalam jurang dalam.
“Hal-hal inilah yang seharusnya dilakukan perbankan di aceh, bukan hanya menunggu bola masuk dalam gawang,” tamsilnya.
Dia berharap di tengah-tengah badai Pandemi Covid-19, sektor perbankan akan kembali normal dalam mendukung perekonomian masyarakat.
“Saya harap BSI Aceh akan menjadi lokomotif Aceh, bukan hanya tempat menyimpan uang, tetapi juga pembiayaan ke seluruh sektor perekonomian,” harapnya.(*)